MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendekatan pembelajaran konstruktivisme yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada kegiatan peserta didik dan menekankan pentingnya proses pembentukan pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam pengajaran matematika yang menerapkan pendekatan konstruktivisme, peserta didik diberikan permasalahan untuk dipecahkan secara sendiri atau berkelompok dengan menggunakan caranya sendiri. Cara ini lebih memberi keleluasaan peserta didik dalam mengembangkan konsep yang dipelajarinya, sedangkan hasilnya bisa lebih efisien atau sebaliknya bisa lebih rumit, tetapi yang terpenting di sini adalah pemberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan ide atau pendapatnya.

Konstruktivisme (Olivier, 1999; Nik Aziz Nik Pa, 1997), dimana peran peserta didik dituntut lebih aktif dan kreatif sedangkan pengajar sebagai fasilitator yang harus lebih demokratis dalam mengajar, berwawasan lebih luas karena pengajarannya bukan hanya sekedar transfer of knowledge.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud model pembelajaran konstruktivisme ?

2. Bagaimana implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran ?

3. Bagaimana karakteristik model pembelajaran konstruktivisme ?

4. Apa saja kelebihan dan kekurangan model pembelajaran konstruktivisme ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Uraian Model Pembelajaran Konstruktivistik

Brien dan Brandt (dalam Nik Aziz Nik Pa, 1997) mendefinisikan konstruktivisme sebagai suatu pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar, yaitu setiap individu membangun pengetahuannya dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.

Sedangkan Briner (dalam Olivier,1999) menyebutkan bahwa dalam konstruktivisme, peserta didik membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang sudah ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Pada dasarnya, ide pokok teori pembelajaran konstrutivisme adalah peserta didik secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Belajar merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari pengajar secara pasif. Dalam kerja mental peserta didik tersebut, pengajar memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berpikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun peserta didik tetap merupakan kunci pembelajaran. (Woolfolk, dalam Wilson, 1995). Oleh karenanya, peranan pengajar merupakan faktor penting yang dapat memobilisasi segala faktor lain sehingga terjadi proses pembelajaran yang intensif,dinamis, dan optimal, bukan hanya sebagai penyaji "pengetahuan jadi" dan direct instruction.

B. Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

Pendekatan konstruktivisme (Depdiknas, 2002) menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan pengetahuan ini tidak dapat dipisah-pisahkan ,tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diaplikasikan. Sebagai landasan filosofi, pendekatan konstruktivisme menekankan pengetahuan yang dibangun oleh manusia secara sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Sugiman, 002).

Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep baru.

Skemp (dalam Sri Subarinah, 2004) menyatakan bahwa pemahaman pengetahuan dapat dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karenanya, proses membangun pemahaman ini lebih penting dari pada hasil belajar, sebab pemahaman akan bermakna pada materi yang dipelajari.

Pembelajaran matematika dalam pandangan konstrukvistik mempunyai ciri-ciri antara lain:

(1) Siswa terlibat aktif dalam belajar

(2) Informasi dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dalam skemata, dan pemahaman terhadap informasi menjadi komplek

(3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan.

Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri. Jadi pengajar hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Sebagai implikasi konstruktivistik terhadap pembelajaran matematika, tugas pengajar adalah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya.

Menurut Hudojo (1998) pengajar perlu mengupayakan hal-hal sebagai berikut:

(1) menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan

(2) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit

(3) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau lingkungannya

(4) memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis

(5) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik.

Implikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika di lembaga pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Pengajaran dan pembelajaran berpusat pada peserta didik

(2) Pengetahuan yang dipunyai peserta didik adalah hasil kegiatan yang dilakukan dan bukan pengajaran yang diterima secara pasif

(3) Pengajar berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan dan menyelesaikan masalah

(4) Pengajar berperanan sebagai pembuat desain pembelajaran yang menyediakan peluang kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan baru sendiri

(5) Pengajar akan mengenal secara pasti pengetahuan yang ada pada peserta didik sehinga dapat merancang pembelajarannya sesuai kemampuan peserta didik yang diajar.

Pengajaran matematika di lembaga pendidikan yang menerapkan pendekatan konstruktivisme hendaknya memperhatikan karakteristik konstruktivisme (PPK Malaysia, 2001) sebagai berikut:

(1) Pembelajaran sebagai suatu proses yang sama pentingnya dengan hasil pembelajaran

(2) Pembelajaran dirancang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya

(3) Pembelajaran menggalakkan proses inkuiri melalui penyelidikan ilmiah dan eksperimen

(4) Pembelajaran mengakomodasi berbagai jawaban peserta didik sehingga peserta didik mempunyai sikap dan kepercayaan terhadap hasil yang didapat

(5) Pembelajaran mengarahkan peserta didik untuk bertanya dan berdiskusi dengan peserta didik lain dan pengajar sehingga tumbuh sikap kooperatif

(6) Pembelajaran memberi peluang kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dengan memahaminya melalui keterlibatannya dengan dunia nyata.

Pengajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme akan memberikan keuntungan pada diri peserta didik, diantaranya adalah peserta didik lebih berpikir, lebih paham, lebih ingat, lebih yakin, lebih senang dan lebih kooperatif. Peran peserta didik adalah mengambil inisiatif dalam mengemukakan masalah, kemudian secara individu mereka membuat analisis dan bertanggung jawab dalam menjawab masalah tersebut. Sedangkan peran pengajar adalah sebagai motivator dan fasilitator yang menciptakan iklim belajar yang baik di kelas (Ti-an Vui, 1999). Keterlibatan peserta didik untuk turut belajar aktif dalam pembelajaran merupakan salah satu indikator keefektifan belajar (Suhito dan Suyitno, 2002). Peserta didik tidak hanya menerima materi yang diberikan pengajar, tetapi juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri pengetahuannya. Hasil pembelajaran tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik yang akan berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.

C. KARAKTERISTIK MODEL

a. Sintakmatik

Tahapan-tahapan dalam pengembangan model belajar konstruktivistik (menurut jurnal pendidikan,volume 7, nomor 2, tahun 2006) yaitu:

1. Indentifikasi tujuan

Tujuan pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program, dan evaluasi. Identifikasi tujuan sudah merujuk pada tujuan pembelajaran yang tercantum dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) matematika kurikulum yang berlaku.

2. Menetapkan isi (produk) belajar

Setelah menetapkan tujuan pembelajaran, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan isi (produk) belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinip matematika yang mana yang harus dikuasai siswa. Dalam satuan pelajaran (SP), produk belajar yang telah ditetapkan itu dijabarkan dalam uraian materi.

3. Identifikasi dan klarifikasi pengetahuan awal siswa

Model konstruktivis menyadari dan memberi tekanan pada pentingnya pengetahuan awal siswa dalam proses pembelajaran. Belajar menurut pandangan konstruktivis adalah proses modifikasi dan restrukturisasi gagasan yang telah dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Identifikasi penegetahuan awal siswa dilakukan melalui tes, interview klinis dan peta konsep.

4. Identifikasi dan klarifikasi salah konsep siswa

Penegetahuan awal yang telah diidentifikasi dan klarifikasi, perlu dianalisis lebih lanjut untuk menentukan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsep ilmiah, mana yang salah dan mana yang salah konsep. Salah konsep siswa perlu diketahui latar belakang dan penyebabnya, agar dapat dirancang strategi pembelajaran untuk mengubah salah konsep menjadi konsepsi ilmiah.

5. Perencanaan program pembelajaran dan strategi pengubahan salah konsep

Program strategi pembelajaran disusun berdasarkan tujuan pembelajaran, produk belajar,

pengetahuan awal, dan salah konsep siswa. Program pembelajaran dibuat dalam bentuk satuan pengajaran dan strategi salah konsep disusun dalam bentuk modul kecil.

6. Implementasi program pembelajaran dan strategi pengubahan konsepsi yang terdiri dari; (1) Orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (2) menggali ide-ide siswa, (3) restrukturisasi ide-ide siswa yang meliputi klarifikasi dan pertukaran ide-ide siswa, penyajian konflik kognitif, pengkonstruksian ide-ide baru.

7. Evaluasi yang meliputi; (1) penguasaan konsep, (2) pengubahan salah konsep, (3) respon siswa terhadap hasil belajar.

b. Sistem Sosial

Dalam model pembelajaran konstruktivistik ini, siswa dapat bersosialisasi dengan teman-temannya, terlebih dengan teman sekelompoknya, mereka dapat saling bertukar pendapat untuk menyelesaikan masalah serta dalam pengkonstruksian oleh teman kelompok yang lain, maka timbullah interaksi saling mengisi kekurangan. Di sini guru berperan sebagai motivator serta pembimbing. Tentunya di sini guru harus memberikan kesempatan buat siswa untuk bertanya. Sehingga interaksi social antar murid dan antara murid dengan guru tetap bersinkronisasi.

c. Prinsip Reaksi

Dalam proses belajar – mengajar dengan metode pembelajaran konstruktivistik ini, guru menilai setiap proses belajar siswa dalam mengkonstruksikan dalam kelompoknya, tentunya dengan sedikit bantuan konseptual untuk memberikan dasaran bagi siswa. Supaya siswa dapat menguji mentalnya, guru memberikan nilai plus untuk kelompok yang bisa mengkonstruksikan yang pertama. Itu difungsikan supaya siswa dapat memotivasi diri mereka untuk menjadi yang terbaik (dalam kognitif). Tetapi harus di perhatikan, yang lebih diutamakan tidak hanya dari kognitif tapi ke proses pengkonstruksian belajar siswa dari masalah.

d. Sistem Pendukung

System pendukung yang dibutuhkan dalam model pembelajaran konstruktivistik adalah buku paket SMP kelas VII semester 2 serta Lembar Kerja Siswa SMP kelas VII semester 2.

e. Dampak Instruksional dan Pengiring

· Dampak Instruksional

Siswa dapat memahami makna serta dapat mengkonstruksikan materi atau masalah

· Dampak Pengiring

1. Siswa dapat mengetahui asal rumus dari materi atau masalah yang telah mereka konstruksikan.

2. Siswa dapat mengerjakan masalah dengan rumus dalam soal-soal yang sesuai.

3. Siswa dapat mengerti kebersamaan dalam kelompok.

4. Guru termotivasi untuk lebih menguasai materi untuk dapat membimbing serta memfasilitasi siswa dalam belajar.

5. Siswa dapat mengetahui sifat-sifat ataupun karakteristik dari materi atau masalah.

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MODEL KONSTRUKTIVISTIK

a. Kelebihan

Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.

Faham: Oleh kerana murid terlibat secara langsbung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi

Ingat: Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. yakni murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

Kemahiran sosial: Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

Nyaman : Oleh kerena mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan merasa nyaman belajar dalam membina pengetahuan baru.

b. Kelemahan

1. Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.

2. Perlu latihan adaptasi lebih dahulu untuk dapat belajar mandiri dalam mengkonstruksi pengetahuannya

3. Ketidaksediaan murid untuk merancang strategi berpikir, dan menilai sendiri teori pengajaran berdasarkan pengalaman sendiri

4. Situasi dan kondisi setiap sekolah tidak sama,karena tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.